Suatu reaksi abnormal (hipersensitif) yang bersifat khas,
yang timbul pada penderita atopi, bila terjadi kontak dengan suatu bahan (antigen/alergen)
yang pada orang normal tidak menyebabkan reaksi apapun. Reaksi yang dimaksud
ialah bersin-bersin paroksismal, pilek encer, dan hidung buntu.
ETIOLOGI
Alergen:
- Inhalan : debu rumah, debu kapuk, jamur, bulu hewan, dsb.
- Ingestan : buah, susu, telur, ikan laut, kacang-kacangan dsb.
PATOFISIOLOGI
Sebagai manifestasi reaksi antigen antibodi pada hidung sebagai "shock organ", timbul dilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler, sehingga timbul oedema Karena terjadi peningkatan sekresi kelenjar, maka timbul sekresi yang encer.
Terjadi penumpukan eosinofil di daerah reaksi dan sekitarnya.
GEJALA KLINIK
- Serangan timbul bila terjadi kontak dengan alergen penyebab.
- Didahului rasa gatal pada hidung, mata, atau kadang-kadang palatum mole.
- Bersin-bersin paroksismal, pilek encer dan buntu hidung.
- Gangguan pembauan, mata sembab dan berair, kadang-kadang disertai sakit kepala.
- Mungkin ada manifestasi alergi pada organ lain.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi ( misalnya panas badan ).
- Mungkin ada riwayat alergi pada keluarga.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis yang lengkap dan cermat.
2. Pemeriksaan:
Rinoskopi anterior : konka oedema dan pucat, sekret
seromusinus.
Pemeriksaan tambahan:
Pemeriksaan tambahan:
- Eosinofil sekret hidung. Positif bila >= 25 %.
- Eosinofil darah .Positif bila > 400 / mm.
- Teskulit: "Prick test".
- X foto Water’s, bila dicurigai adanya komplikasi sinusitis.
- Bila diperlukan dapat diperiksa: * IgE total serum ( RIST dan PRIST ). Positif bila > 200 IU.
- Ig E spesifik ( RAST ).
DIAGNOSIS BANDING
- Rinitis akut ("Infectious Rhinitis"): ada keluhan panas badan, mukosa hiperemis, sekret mukopurulen.
- Rinitis karena Iritan ("Irritan Contact Rliinitis") : karena merokok, iritasi gas, bahan imia, debu pabrik, bahan kimia pada makanan.
- Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan alergi yang negatif.
- Rinitis medikamentosa ("Drug Induced Rhinitis") : karena penggunaan tetes hidung dalam jangka lama, reserpin, klonidin, alfa metildopa, guanetidin, klor promasin, dan fenotiasin yang lain.
- Rinitishormonal("HormonallylnducedRliinitis"): Pada penderita hamil,hipertiroid, penggunaan pil KB.
- Rinitis vasomotor
PENYULIT
- Sinusitis paranasal (tersering sinusitis maksilaris).
- Polip hidung.
- Otitis media.
TERAPI
1. Hindari alergen penyebab.
2. Simtomatik:
- Antihistamin ( pada saat serangan dapat dipakai CTM 3 x 2-4 mg atau Loratadin/ Astemizole 1 x 10 mg sehari ).
- Kortikosteroid (Deksametason, Betametason), ingat kontra indikasi.
- Diberikan dengan "tappering off".
- Dekongestan lokal: tetes hidung. Larutan Efedrin 1/2-1%, atau Oksimetazolm 0.025% - 0.05%, bila diperlukan, dan tidak boleh lebih dan seminggu.
- Bila perlu buntu hidung dapat diterapi dengan kaustik konka inferior.
- Dekongestan oral: Psedoefedrin, 2 - 3 x 30 - 60 mg sehari.
3. Meningkatkan kondisi tubuh:
- Olah raga pagi.
- Makanan yang baik.
http://www.irwanashari.com/663/rinitis-alergi.html
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan
oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan
alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986).
Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and
its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala
bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
dengan alergen yang diperantarai oleh Ig E.
Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang
diawali dengan tahap sensitasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi
terdiri dari dua fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen
sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi
Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2 – 4 jam dengan puncak 6 – 8 jam
(fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24 – 48
jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap
sensitasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen
Presenting Cell / APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan
mukosa hidung. Setelah di proses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida
dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk kompleks peptida MHC kelas
II (Major Histocompatibility Compleks) yang kemudian di presentasikan
pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti
interleukin – 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan Th 0 untuk berploriferasi menjadi
Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5
dan IL 13.
IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di
permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi Immunoglobulin E (Ig E). Ig E di sirkulasi darah akan masuk ke
jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E di permukaan sel mastosit atau basofil
(sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitasi
yang menghasilkan sel mediator yang tersensitasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai Ig E akan
mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)
mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga
dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2),
Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet
Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL 3, IL 4, IL 5, IL 6,
GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dll. Inilah
yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf
vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.
Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi dan permeabilitas vaskuler meningkat sehingga terjadi rinore.
Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain
histamin merangsang ujung saraf vidianis, juga menyebabkan rangsangan pada
mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule
1 (ICAM 1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul
kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan
target. Respon ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan
berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai
dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit,
netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin
seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan Granulocyte Macrophage Colony Stimulating
Factor (GM-CSF) dan ICAM 1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif
atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator
infalmasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),
Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP),
dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik
(alergen), iritasi oleh faktor nonspesifik dapat memperberat gejala seperti
asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang
tinggi.
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas :
1) Alergen inhalan, yang
masuk bersama udara pernapasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel
dan bulu binatang serta jamur.
2) Alergen ingestan,
yang masuk kesaluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, cokelat,
ikan, udang.
3) Alergen injektan,
yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penicilin dan sengatan
lebah.
4) Alergen kontaktan,
yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik,
perhiasan.
Satu macam alergen dapat merangsang satu atau lebih organ
sasaran, sehingga memberi gejala campuran, misalnya debu rumah yang memberi
gejala asma bronkial dan rinitis alergi.
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi
reaksi yang secara garis besar terdiri dari :
1) Respons primer :
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag).
Reaksi ini bersifat nonspesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak
berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respons sekunder.
2) Respons sekunder :
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai
tiga kemungkinan ialah sistem imunitas selular atau humoral atau keduanya
dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila
Ag masih ada atau memang sudah ada defek dari sistem imunonogik, maka respons
berlanjut menjadi respons tersier.
3) Respons tersier :
Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan
tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya
eliminasi Ag oleh tubuh.
Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4
tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hipersensitivity),
tipe 2 atau reaksi sitotoksik/sitolitik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan
tipe 4 atau reaksi tuberkulin (delayed hipersensitivity).
Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak
dijumpai di bidang THT adalah tipe 1 atau rinitis alergi.
Dahulu, rinitis alergi dibedakan dalam dua macam
berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu :
1) Rinitis alergi
musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
2) Rinitis alergi
sepanjang tahun (perenial).
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat
berlangsungnya.
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi
berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its
Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi
menjadi :
1) intermitten
(kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu.
2) Persisten/menetap
bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit,
rinitis alergi dibagi menjadi :
1) Ringan, bila tidak
ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, beolahraga,
belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu.
2) Sedang atau berat
bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
- Rinitis
Alergi musiman
Di Indonesia tidak dikenal rinitis alergi musiman,
hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu
tepung sari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat ialah
polinosis atau rinokonjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah gejala
pada hidung dan mata (mata merah, gatal, disertai lakrimasi).
Penyakit ini timbulnya periodik, sesuai dengan musim,
pada waktu terdapat konsentrasi alergen terbanyak di udara. Dapat mengenai
semua golongan umur dan biasanya mulai timbulnya pada anak-anak dan dewasa
muda. Berat ringannya gejala penyakit bervariasi dari tahun ke tahun,
tergantung pada banyaknya alergen di udara. Faktor herediter pada penyakit ini
sangat berperan.
- Rinitis
Alergi Sepanjang Tahun (Perenial)
Gejala pada penyakit ini timbul intermitten atau terus
menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.
Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan,
terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah
alergen dalam rumah (indoor) dan alergen di luar rumah (outdoor).
Alergen dalam rumah terdapat pada kasur kapuk, tutup tempat tidur, selimut,
karpet, dapur, tumpukan baju dan buku-buku, serta sofa. Komponen alergennya
terutama berasal dari serpihan kulit dan fases tungau D.pteronyssinus,
D.Farinae dan Blomia tropicalis, kecoa dan bulu binatang peliharaan
(anjing, kucing, burung). Alergen inhalan di luar rumah berupa polen dan jamur.
Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai
dengan gejala alergi lain, seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan
fisiologik pada golongan perenial lebih ringan dibandingkan dengan golongan
musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering di
temukan.
Pemeriksaan Histologik
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular
bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga
pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan
infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.
Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan.
Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapaat
terjadi terus menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan
terjadi perubahan yang irreversible, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat
dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.
Gejala Klinik
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan
bersin berulang. Sebetulnya, bersin merupakan suatu gejala yang normal,
terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu.
Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self
cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari
lima kali setiap serangan, terutama merupakan gejala pada RAFC dan
kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin.
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan
banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai
dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
Seringkali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama
pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau
satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.
Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya
bayangan gelap didaerah bawah mata yang terjadi karena statis vena sekunder
akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner. Selain dari
itu, sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung karena gatal dengan
punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan
menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang
di dorsumnasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease.
PENDAHULUAN
Rhinitis alergi (RA) secara
klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi
hidung yang terjadi setelah
paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung
diperantarai Imunoglobulin E.
Penyakit ini merupakan alergi kronis yang paling
umum dijumpai. Sebanyak 10% orang
dewasa dan 40% anak-anak di Amerika
Serikat (AS) terserang penyakit
ini. Oleh sebab itu, rhinitis alergi merupakan satu
dari sekian banyak penyakit yang
ditangani para praktrisi sebagai perawatan
primer.1
Selain itu, rhinitis alergi harus
dipikirkan sebagai keadaan yang cukup
serius karena dapat mempengaruhi
kualitas hidup penderita akibat beratnya gejala
yang dialami dan juga dapat
menyebabkan berbagai komplikasi. Penderita akan
mengalami keterbatasan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari, sering
meninggalkan sekolah atau
pekerjaannya, dan menghabiskan biaya yang besar
bila menjadi kronis. Penyakit ini
masih sering disepelekan, untuk itu perlu
diberikan beberapa informasi agar
penderita tidak terlalu meremehkan dan dapat
mengetahui berbagai upaya untuk
mengurangi gejala dan mencegah komplikasi.2
Di Indonesia, angka kejadian
rhinitis alergi yang pasti belum diketahui
karena sampai saat ini belum
pernah dilakukan penelitian multisenter. Prevalensi
rhinitis alergi perenial di
Jakarta besarnya sekitar 20 %, sedangkan menurut
Sumarman dan Haryanto tahun 1999,
di daerah padat penduduk kota Bandung
menunjukkan 6,98 %, di mana
prevalensi pada usia 12-39 tahun.3 Berdasarkan
survei dari ISAAC (International
Study of Asthma and Allergies in Childhood),
pada siswa SMP umur 13-14 tahun
di Semarang tahun 2001- 2002, prevalensi
rinitis alergi sebesar 18%.4
Peran lingkungan pada kejadian
rhinitis alergi adalah sangat penting,
ditinjau dari faktor allergen
yang mensensitisasi terjadinya penyakit ini.2 Alergen
saluran napas di antaranya berupa
tungau debu rumah, kecoak, polen, serpihan
kulit hewan, atau spora jamur.
Sebagai upaya mengontrol lingkungan sehingga
tidak membahayakan, salah satunya
adalah dengan sebisa mungkin menghindari
tungau debu rumah seperti karpet,
kapuk, bahan beludru pada sofa atau gordyn,
ventilasi yang baik di rumah atau
kamar, jauh dari orang yang sedang merokok,
2
menghindari makanan yang
diketahui sering menyebabkan alergi, seperti susu,
telur, makanan laut, cokelat, serta
menghindari kecoak dan serpihan kulit binatang
peliharaan.5
Berbagai iritan di lingkungan
kerja dapat merangsang membran mukosa
nasal dan menimbulkan rinitis
iritan non-alergi dengan gejala iritasi yang
predominan. Adanya perbaikan
waktu malam, akhir minggu, dan libur menunjang
diagnosis rhinitis oleh iritan.
Di samping itu, bau-bauan seperti wewangian, asap
rokok, pewangi ruangan dan
lainnya dapat pula menimbulkan eksaserbasi rhinitis.
Bahan korosif dapat merusak
sistem olfaktorius dan menimbulkan obstruksi dan
post-nasal drip yang permanen.6
3
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Rhinitis Alergi (RA) adalah
inflamasi mukosa saluran hidung dan sinus
yang disebabkan alergi terhadap
partikel, antara lain: debu, asap, serbuk/tepung
sari yang ada di udara. Gejala utama
pada hidung yaitu hidung gatal, tersumbat,
bersin-bersin, keluar ingus cair
seperti air bening. Seringkali gejala meliputi mata,
yaitu : berair, kemerahan dan
gatal.2
Rinitis alergi juga didefinisikan
sebagai suatu gangguan fungsi hidung
yang terjadi setelah terpajan
alergen melalui inflamasi yang diperantarai oleh
Imunoglobulin E yang spesifik
terhadap alergen tersebut pada mukosa hidung.
Onset pajanan alergen terjadi
lama dan gejala umumnya ringan, kecuali bila ada
komplikasi lain seperti
sinusitis.7
Gambar 1. Inflamasi pada
rhinitis Alergi.1
Etiologi
Rinitis alergi dan atopi secara
umum disebabkan oleh interaksi dari pasien
yang secara genetik memiliki
potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara
jelas memiliki peran penting.
Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 %
anak semuanya atopi. Apabila
kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4
4
kali lebih besar atau mencapai 50
%. Peran lingkungan dalam dalam rhinitis alergi
yaitu sebagai sumber alergen,
yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan
merangsang respon imun yang
secara genetik telah memiliki kecenderungan
alergi.8
a. Sumber pencetus9
Rhinitis Alergi jenis musiman
muncul disebabkan oleh reaksi alergi terhadap
partikel udara seperti berikut
ini:
_ Ragweed – Bulu‐bulu rumput yang paling umum terdapat
sebagai pencetus
(di musim gugur)
_ Serbuk sari
rumput (di akhir musim semi dan musim panas)
_ Serbuk sari
pohon (di musim semi)
_ Jamur (berbagai
jamur yang tumbuh di daun‐daun kering,
umumnya
terjadi di musim panas)
Rhinitis Alergi jenis sepanjang
tahun muncul disebabkan oleh reaksi alergi
terhadap partikel udara seperti
berikut ini:
_ Bulu binatang
peliharaan
_ Debu dan tungau
rumah
_ Kecoa
_ Jamur yang
tumbuh di dinding, tanaman rumah, karpet, dan kain pelapis
b. Faktor Risiko9
_ Sejarah keluarga
alergi
_ Setelah ada
riwayat pernah terkena alergi lain, seperti alergi makanan atau
eksim
_ Paparan bekas
asap rokok
_ Gender laki‐laki.9
Klasifikasi
Rhinitis alergi sering dibagi
berdasarkan penyebab menjadi 2 tipe yaitu :2
1. Rhitis alergi musiman (hay
fever) umumnya disebabkan kontak dengan
alergen dari luar rumah seperti
benang sari dari tumbuhan yang menggunakan
angin untuk penyerbukannya dan
spora jamur. Alergi terhadap tepung sari
5
berbeda-beda bergantung geografi
dan jenis tanaman yang ada, juga jumlah
serbuk yang ada di dalam udara.
Udara panas, kering dan angin
mempengaruhi banyaknya serbuk di
udara bila dibandingkan dengan saat
udara dingin, lembab dan hujan,
yang membersihkan udara dari serbuk
tersebut. Jenis ini biasanya
terjadi di Negara dengan 4 musim
2. Rhinitis alergi terus menerus
(perennial), diakibatkan karena kontak dengan
allergen yang sering berada di
rumah misalnya kutu debu rumah, kecoa,
tumbuhan kering, jamur, bulu
binatang atau protein yang dikandung pada
kelenjar lemak kulit binatang.
Protein ini dapat tetap berada di udara selama
berbulan-bulan setelah binatang
itu tidak ada diruangan.2
Namun, definisi di atas kurang
sesuai bila diterapkan dalam kehidupan
nyata. Karena, serbuk sari banyak
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dan
gejala alergi tidak secara terus
menerus terjadi. Karena itu the Allergic Rhinitis
and its Impact
on Asthma (ARIA) mengklasifikasi
kembali pedoman Rhinitis
alergika, berdasar waktu dan
frekuensi gejala yang ada. Intermittent Allergic
Rhinitis dan Persistent
Allergic Rhinitis, keduanya dapat dibagi berdasar tingkat
keparahan pasien mulai dari
ringan, sedang hingga berat.1
World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pembagian rhinitis
alergi ke dalam dua klasifikasi :3,8
1. Intermittents (kadang-kadang),
gejala yang ditemukan kurang dari 4 hari
per minggu dan atau kurang dari 4
minggu.
2. Persistent (menetap),
gejala-gejala yang ditemukan lebih dari 4 hari
Dan berdasarkan tingkat beratnya
gejala, rinitis alergi dibagi menjadi :
1. Ringan (mild),
ditemukan dengan tidur normal, aktivitas sehari-hari, saat
olah raga dan saat santai normal,
bekerja dan sekolah normal, dan tidak
ada keluhan mengganggu.
2. Sedang – berat (moderatesevere),
ditemukan satu atau lebih gejala berikut
; tidur terganggu (tidak normal),
aktivitas sehari-hari, saat olah raga, dan
saat santai terganggu, masalah
saat bekerja dan sekolah, ada keluhan yang
menggangu.3,8
6
Patofisiologi
Dalam patogenesis rhinitis
alergi, dapat dibedakan ke dalam fase
sensitisasi dan elisistasi yang
dapat dibedakan atas tahap aktifasi dan tahap
efektor.
Narasumber : dr.Christian D Bato
Yehet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar